Kamis, 21 Agustus 2014


HADITS TENTANG LARANGAN BERKHALWAT
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Dosen Pengampu : Nasyithotul Jannah, S.Ag
Oleh:
Nanang
Nurrusyda Azzahro
NIM:  11.0401.0040
NIM:  12.0401.0022


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH MAGELANG
Kampus 2 : Jl. Mayjen Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
TAHUN AKADEMIK 2012-2013
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
sebagai umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik hakikat bahwa Allah SWT telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan kerana fitrah manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan kekhilafan. Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya adalah sunnah Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam kehidupan sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan pada kita secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui batas yang telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami sabda-sabda Rasulullah tersebut. 
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan semacamnya hampir-hampir tidak memiliki batas, kerana kaum muda saat ini berbuat telah hamper terhakis sifat malunya. Begitu pula halnya kebiasaan mengahabiskan waktu di jalan, hampir-hampir jadi budaya tambahan pula hubungan silaturrahmi jarang dilakukan. 
Untuk itulah, kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai macam permasalahan dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan sehari-hari.



BAB II PEMBAHASAN

A.                 Teks Hadits
Sumber : Bukhari
Kitab : Jihad dan penjelajahan
Bab : Seseorang terdaftar dalam pasuan perang, kemudian isterinya keluar untuk naik haji
No. Hadist : 2784
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya". Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikutu suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah hajji bersama istrimu".
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Perawi dan komentar Ulama’ tentangnya

Abdullah bin 'Abbas bin 'Abdul Muthallib bin Hasyim
·       Kalangan : Shahabat
·       Kuniyah : Abu Al 'Abbas
·       Negeri semasa hidup : Marur Rawdz
·       Wafat : 68 H

ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat
"Nafidz, maula Inbu 'Abbas"
·       Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
·       Kuniyah : Abu Ma'bad
·       Negeri semasa hidup : Marur Rawdz
·       Wafat : 104 H

ULAMA
KOMENTAR
Abu Zur'ah
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Sa'd
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
Amru bin Dinar Al Atsram
·       Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
·       Kuniyah : Abu Muhammad
·       Negeri semasa hidup : Marur Rawdz
·       Wafat : 126 H

ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Tsiqah
Abu Zur'ah
Tsiqah
As Saaji
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Tsabat
Adz Dzahabi
Imam
Sufyan bin 'Uyainah bin Abi 'Imran Maimun
·       Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
·       Kuniyah : Abu Muhammad
·       Negeri semasa hidup : Kufah
·       Wafat : 198 H

ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hibban
Hafidz mutqin
Al 'Ajli
Tsiqah tsabat dalam hadits
Adz Dzahabi
Ahadul A'lam
Adz Dzahabi
Tsiqah Tsabat
Adz Dzahabi
Hafidz imam
Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
·       Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
·       Kuniyah : Abu Raja'
·       Negeri semasa hidup : Himsh
·       Wafat : 240 H

ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Tsabat

Jumlah Hadist Penguat

No
Imam
Jumlah
1
Abu Daud
1
2
Ahmad
2
3
Bukhari
3
4
Ibnu Majah
1
5
Muslim
1
6
Nasa'i
3
7
Tirmidzi
1

TOTAL
12

B.     Penjelasan Dan kritik Matan

`           Berkhalwat adalah seorang laki-laki dan perempuan berduaan di tempat yang sepi dan merekah bukanlah Mahrom dalam hal ini perbutan ini sangatlah dilarang oleh agama Islam.  Hadist di atas, melarang kita untuk berdua-duaan dengan seorang wanita yang bukan Mahrom kita, ditempat yang sepi sehingga dapat menimbulkan fitnah ditengah-tengah masyarakat
Dalam hadist di atas ada dua larangan:
1.       Larangan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan belum resmi menikah.
2.       Larangan wanita untuk berpergian, kecuali dengan mahramnya.
           
Larangan pertama, para ulama telah sepakat bahwa perbuatan seperti itu haram hukumnya, tanpa pengecualian. Dalam hadist lain di tambahkan bahwa kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkumpul, maka yang ketiganya adalah setan, sehingga sangat mungkin mereka melakukan hal-hal yang di larang oleh syara’.
          Jika ada keperluan kepada wanita yang bukan Mahrom, Al-Quran telah mengajarkan, yaitu melalui tabir:

وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَـٰعً۬ا فَسۡـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ۬  ذَٲلِڪُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ
Artiya: “Apabila kamu meminta sesuatu [keperluan] kepada mereka [isteri-isteri Nabi], maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (53)                                                     (Q.S, Al-Ahzab: 53)
      
          Larangan yang di maksud tersebut sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Oleh karena itu, larangan islam, tidak semata-mata untuk  membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah di tetapkan oleh agama dan yang telah di sepakati oleh masyarakat.
          Adapun larangan yang kedua, tentang wanita yang berpergian tanpa mahram, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun jauh, harus di sertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan perjalanan tersebut adalah perjalan jauh yang memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua di perbolehkan, dan masih banyak pendapat yang lainnya.
          Sebenarnya, kalu dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan diyakini tidak akan menjadi apa-apa, serta merasa bahwa ia akan merepotkan mahramnya setiap kali akan pergi, maka perjalanan di bolehkan, misalnya pergi untuk kuliah , kantor dan lain-lainyang memang sudah biasa di lakukan setiap hari, apalagi kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya, kalu tidak merepotkan dan mengganggunya.
          Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan. Begitu pula pergi haji, kalau di perkirakan akan aman, apalagi pada sa’at ini telah ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran para jama’ah haji, maka seorang wanita yang pergi haji, tidak di sertai mahramnya di perbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.
          Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahawa pertemuan lelaki dan perempuan tidaklah haram melainkan jaiz (boleh). Bahkan hal-hal seperti itu dituntut apabila bertujuan untuk kebaikan, seperti dalam urusan yang bermanfaat, amal soleh, kebajikan, perjuangan atau lain-lain yang memerlukan banyak tenaga lelaki maupun perempuan. Namun kebolehan itu tidak berarti bahwa batas-batas antara keduanya menjadi lebur dan ikatan syariah dilupakan.
Pada masa modern seperti sekarang ini adanya interaksi antara dua gender tidak dapat terelakkan baik dalam dunia pendidikan, pekerjaan ataupun yang lainnya. Akan tetapi, orang-orang islam sudah banyak yang terkontaminasi oleh budaya luar ( negatif ) dimana mereka sudah tidak memperhatikan lagi nilai-nilai syariat islam itu sendiri seperti hubungan pra nikah yang begitu bebas tampa batas, seperti halnya: bersalaman/ bersentuhan dengan yang bukan Mahromnya serta memandang yang bukan Mahrom dan lain sebagainya.




Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 30 yang berbunyi:
@è% šúüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäótƒ ô`ÏB ôMÏd̍»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4 y7ÏsŒ 4s1ør& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁtƒ ÇÌÉÈ
 Yang artinya Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".(SQ.An-Nur ayat 30)
Asbabul nuzul dari ayat diatas ialah Ada seorang laki-laki pada massa rosululloh yang berjalan di lorong kota madinah, lalu ia bertemu dengan seorang perempuan  Lalu keduanya saling menatap dan memandang karna saling terpesona. laki-laki itupun terus berjalan sambil memandangi perempuan itu dan akhir nya ia menabrak sebuah dinding sehinggah hidung seorang laki-laki itupun pecah dan berdarah, lalu laki-laki itu pun berkata kepada seorang perempuan tersebut “aku tidak akan membasuh darahku sebelum aku tanyakan apa yang terjadi padaku ini”, kepada rosullulloh. kemudian laki-laki itu pun datang menemui rosul dan menceritakan apa yang baru saja ia alami.

             .













BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berkhalawat adalah dimana seorang laki-laki dan perempuan berduaan di tempat sepi dan mereka bukanlah Mahrom, sesungguhnya berkhalawat atau berduaan dengan seorang yang bukan Mahromnya sangat dilarang oleh agama dan dapat menimbulkan fitnah ditengah-tengah masyarakat dan juga bisa merusak nama baik kita dimasyarakat.
Islam melarang pergaulan bebas, seorang laki-laki tidak di perbolehkan berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Wanita pun dilarang mengadakan perjalanan tanpa di sertai mahromnya. Akan tetapi, larangan mengadakan perjalanan sendirian bagi wanita adalah sangat kondisional, kalau di yakini bahwa perjalanan tersebut akan aman dari gangguan fitnah, apalagi kalau dekat, hal itu di perbolehkan

B.     Saran
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena kita sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan baik disengajah maupun tidak disengajah oleh karena itu kami sangat mengharapkan keritik dan sarannya baik dari para mahasiswa maupu dosen pembimbing kami supaya kedepan kami bisah lebih baik dalam pembuatan makalah dikemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA
http://lidwa.com/app/‎.  Diakses 3 Juli 2013. Pukul 20.00
http://almuklas.wordpress.com/2011/08/21/tafsir-surah-an-nur-ayat-30/
Shahih Bukhari dalam syarah al-Karmani,jilid 9,hal. 166,no hadist 4904